ATM dengan Pecahan 100 Ribu, Lebih Banyak Susahnya Dibanding Enaknya
Sore hari sepulang kerja saya mengambil uang di ATM dekat tempat tinggal saya. Sebenarnya saya jarang sekali menggunakan ATM tersebut, lantaran pada ATM dekat tempat tinggal saya hanya menyediakan uang dengan pecahan 100 ribu. Hanya saja ketika itu saya lupa mengunjungi ATM lainnya, jadinya ya sudah karena memang butuh uang tunai maka saya ambil 100 ribu.
Selepas mengambil uang, saya memutuskan untuk membeli makan. Saya mengunjungi warung nasi uduk yang baru saja buka sore itu. Saya memesan nasi uduk, dengan tambahan telur dadar seharga 11 ribu. Setelah Ibu Penjual membungkuskan nasi pesanan saya, saya menyerahkan uang pecahan 100 ribu yang baru saja saya ambil. Lantas, Ibu Penjual langsung menanyakan uang dengan pecahan kecil lainnya.
“Uang kecil aja ga ada, Mas?” Ujar si Ibu.
“Yah, ga ada bu,”
“Ini baru buka, Mas. Belum ada kembalian nih,”
Saya mencari-cari stiker QRIS di gerobak warung nasi uduk tersebut, mencari tahu apakah warung nasi uduk tersebut bisa melakukan transaksi non tunai atau digital. Tapi, saya tak menemukannya.
“Yaudah Mas bawa dulu aja nasinya,” lanjut si Ibu.
“Saya belanja dulu aja, Bu, di Alfa,”
Saya berjalan kaki sekitar 300 meter menuju Alfamart terdekat, di Alfamart saya hanya membeli susu 250 ml dalam kemasan, yang harganya sekitar 7 ribu. Di kasir Alfamart, terjadi kembali drama, dan percakapan yang kurang lebih sama dengan Ibu Penjual nasi uduk.
“Uang kecilnya ga ada, Kak?” Tanya kasir.
“Yah ga ada nih, Mas,”
Kasir menerima uang 100 ribu saya, setelah itu ia mengubek-ubek laci uang pada mesin kasir tersebut. Beruntung bagi saya, ia memiliki kembalian, dan memberikannya kepada saya. Saya menerima kembalian tersebut dengan suka cita, sambil mengucapkan terima kasih.
Saya kembali berjalan 300 meter untuk kembali menemui Ibu Penjual nasi uduk. Akhirnya saya bisa membayar nasi uduk pesanan saya, dan masalah selesai.
Di rumah, saya sempat berpikir sebenarnya apa fungsi dari ATM dengan nominal 100 ribu. Setelah berpikir sedikit panjang, saya mengambil kesimpulan bahwa ATM dengan nominal 100 ribu sepertinya tidak perlu-perlu banget. Begini:
100 ribu adalah uang pecahan terbesar yang ada saat ini. Mungkin jika kita membeli barang dengan harga jutaan, menggunakan uang dengan pecahan 100 ribu akan lebih praktis dibandingkan dengan uang pecahan lainnya.
Misal saya ingin membeli smartwatch dengan harga 1,2 juta, maka saya hanya perlu membawa 12 lembar uang pecahan 100 ribu. Jika dengan uang pecahan 50 ribu maka saya harus membawa 24 lembar uang, sangat bikin tebal dompet. Tapi masalahnya, siapa yang masih membawa uang berlembar-lembar untuk membeli barang? Ya, mungkin saja ada, tapi seberapa banyak? Sepertinya lebih banyak orang yang sudah menggunakan kartu debitnya untuk membeli barang dengan harga jutaan.
Sedangkan penggunaan uang dengan pecahan kecil masih sering terjadi sehari-hari seperti membeli makan di warung, atau cukur rambut. Itu pun di beberapa tempat, sudah banyak yang menyediakan pembayaran non tunai atau digital, seperti dengan scan QRIS.
Bukan hanya ATM dengan pecahan 100 ribu, ATM secara keseluruhan juga sudah dipertanyakan relevansinya di masa yang akan datang. Dikutip dari Solopos, Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Kartika Wirjoatmodjo, menuturkan bahwa dengan sistem pembayaran digital, perbankan harus mengevaluasi keberadaan ATM.
Selain keberadaan sistem pembayaran digital yang semakin marak, ATM sendiri membutuhkan biaya perawatan yang tidak sedikit. Dikutip dari Kompas.com, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja biaya perawatan untuk satu mesin ATM dapat mencapai 144 juta per tahun. Bayangkan dengan dikuranginya mesin ATM, mungkin perbankan akan menghemat banyak pengeluaran.
Beruntung bagi kita yang tinggal di Indonesia, disaat pembayaran digital baru berkembang, Bank Indonesia secara cepat berinovasi dengan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard), yang hingga saat ini sudah sangat memudahkan penggunaan pembayaran digital.
Dengan teknologi QR-nya, setiap penjual atau pembeli bisa melakukan transaksi digital, walaupun berbeda aplikasi layanan. Apalagi QRIS sudah marak digunakan oleh berbagai penjual, hingga warung makan saja sudah banyak yang memfasilitasi pembayaran digital dengan QRIS.
Jadi apakah ATM masih dibutuhkan? Ya tentu masih, hingga saat ini saya juga masih menggunakan uang tunai untuk berbagai transaksi. Tapi, seperti yang dikatakan oleh perwakilan Ketua Umum Perbanas, dan Direktur BCA, juga dengan hadirnya QRIS, mungkin saja kehadiran ATM akan hilang, khususnya di kota-kota yang sudah memiliki akses internet yang memadai.