Cerita Pendek Perjalanan Sunaryo Mencari Teman

M Ikhsan
4 min readJul 21, 2024

--

Ilustrasi orang sedang membaca. Sumber gambar: Freepik

“Sebelum mengambil keputusan penting, mulailah dengan bertanya ‘mengapa’. Misalnya, ‘Mengapa saya harus mengambil kuliah S2?’, ‘Mengapa saya harus resign?’, ‘Mengapa saya harus memiliki mobil?’, dan berbagai pertanyaan ‘mengapa’ lainnya. Dengan memahami ‘mengapa’, kita dapat mengetahui alasan secara holistik atau latar belakang dari keputusan tersebut. Dengan demikian, kita dapat melanjutkan ke pertanyaan selanjutnya, yaitu ‘bagaimana’ dan ‘apa’.” Pesan ini disampaikan oleh Simon Sinek dalam sebuah video di saluran YouTube TEDx Talks.

Sebenarnya, dalam videonya Simon Sinek menjelaskan bagaimana para penemu dan pengusaha sukses beroperasi di pasar bebas. Mereka tidak mendekati pelanggan dengan janji-janji tentang keunggulan produk mereka, melainkan dengan nilai-nilai yang diusung. Selain kualitas produk dan harga, pelanggan juga menghargai nilai-nilai yang ditanamkan oleh perusahaan tersebut. Entahlah.

Sunaryo menemukan video TEDx Talks tersebut melalui rekomendasi algoritma YouTube. Sebelumnya, Sunaryo bisa menemukan video ini karena dia menyelam bebas di YouTube, untuk mencari makna hidupnya. Dengan keyakinan penuh, Sunaryo berharap YouTube dapat membantunya. Di YouTube, ia menemukan filsafat Yunani kuno seperti stoicism dari Marcus Aurelius atau Seneca, cynicism ala Diogenes, existentialism dari Jean Paul Sartre, nihilisme dari legenda Friedrich Nietzsche, dan juga absurdism dari Albert Camus. Jika kakeknya memiliki ensiklopedia, maka Sunaryo memiliki YouTube.

“Apa yang membuat kamu melanjutkan studi?” tanya seorang dosen.

Sunaryo tidak bisa menjawab, ia memang tidak pernah serius dalam dunia akademik. Hanya saja ketika dewasa, Sunaryo lelah untuk terus di rumah. Saat kecil, Sunaryo betah menghabiskan akhir pekan di rumah, ketika dewasa entah mengapa ia seperti menjauhi rumah. Lanjut studi S2, mungkin bisa dilakukan untuk menghindari rumah ketika sabtu. Bisa menjadi alasan ampuh untuk absen melakukan pekerjaan rumah juga. Namun hal ini bukanlah jawabannya, Sunaryo bisa saja kabur ke warnet, main game online hingga larut setiap akhir pekan, ngapain juga harus kuliah S2? Sunaryo masih harus mencari-cari alasan mengapa ia melanjutkan S2-nya itu.

Bercerita tentang ‘mengapa’, ada satu kejadian dimana Sunaryo memiliki alasan mengapa ia bermain futsal begitu hebat ketika class meeting. Pertama, pertandingan futsal antar kelas itu mempertaruhkan kebanggaan kelas. Rasanya sakit sekali jika harus dipecundangi dengan kelas sebelah, maka dari itu Sunaryo bermain semaksimal mungkin meski harus menahan sakit di pergelangan kaki kanannya.

Alasan kedua, tentu saja perempuan. Ketika bermain futsal, perempuan idaman Sunaryo menonton langsung di pinggir lapangan. Kesempatan ini tidak ingin disia-siakan Sunaryo, hanya di lapangan futsal ia bisa mendapat perhatian dari perempuan idamannya tersebut. Sebab di ruang kelas, ia hanyalah pemeran pendukung. Prestasinya di kelas tidak bagus, juga tidak buruk, Sunaryo juga bukan badut kelas yang jago melucu, ia tidak pernah menjadi pusat perhatian.

Selain total bermain futsal, selama hidup Sunaryo memang tidak pernah memikirkan alasan-alasannya ketika mengambil keputusan penting. Ketika kecil Sunaryo selalu patuh mengikuti arahan orang tua, ketika dewasa Sunaryo patuh terhadap arahan atasan.

Dari YouTube, Sunaryo sangat menyukai buah pikir Camus terkait absurdism, “one must imagine Sisyphus happy,” membayangkan Sisifus tokoh mitologi Yunani, yang dihukum para dewa untuk mengangkat batu ke bukit secara berulang-ulang untuk selamanya, walau kegiatannya terlihat sia-sia dan tak bermakna, tapi Sunaryo diajak untuk membayangkan Sisifus bahagia. Cara terbaik untuk memberontak dari kehidupan yang sia-sia, adalah dengan menjalaninya dengan tulus, dan totalitas, live life to the full.

Lucu memang bagi Sunaryo, ia baru memikirkan alasan mengapa mengambil S2 setelah ia berkuliah selama dua semester. Jika lancar maka perjalanan kuliah Sunaryo ini sudah 50%, dan ia masih belum tahu alasan holistik mengapa ia berkuliah.

Ketika sedang menjalani S1, walau tidak memiliki alasan yang kuat mengapa ia harus kuliah, tapi ia merasa senang berada di lingkungan kampus. Membaca, berdiskusi, presentasi, tugas, rapat, berbagai kegiatan yang harusnya membosankan tersebut menjadi kegiatan yang ternyata menyenangkan. Apalagi ketika kuliah, Sunaryo memang belajar disiplin ilmu yang ia benar-benar sukai, Ilmu Pemerintahan.

Sunaryo suka ikut kegiatan diskusi terkait isu-isu sosial politik, ia senang menemukan lawan bicara yang wawasannya luas sekali. Diskusi fafifu wasweswos selalu diikuti Sunaryo, entah ia yang sebagai pembicara, moderator, atau hanya tukang beli konsumsi. Melalui diskusi ini ia bertemu Karin, yang secara mengejutkan ternyata memiliki rasa pada Sunaryo. Setelah selesai diskusi fafifu wasweswos, biasanya Sunaryo melanjutkannya dengan berbincang dengan nuansa romantis ala anak kuliahan dengan Karin.

“Jika bukan karena uang, ku pikir aku akan terus berkuliah saja,” kata Sunaryo kepada Karin.

Karena uang, dan tuntutan orang tua, Sunaryo terpaksa meluluskan kuliahnya. Sunaryo memulai karirnya di perusahaan multinasional, sebagai management trainee. Sunaryo bahagia, akhirnya ia bisa berkontribusi bagi negara, tapi ia jenuh juga. Di kantor, Sunaryo tidak bisa melakukan hobinya, diskusi fafifu wasweswos.

“Kalau nggak ditanya, sebaiknya nggak usah memberikan ide atau masukan,” kata orang di Twitter. Perkataan orang ini juga dituruti oleh Sunaryo. Lagipula mana bisa Sunaryo mengkritik kapitalisme di kantor, lha Sunaryo sendiri kan bagian dari kapitalisme itu, atau setidaknya orang yang kalah dari sistem kapitalisme itu sendiri.

Hubungannya dengan Karin juga tidak berjalan lancar, keduanya bersepakat untuk berpisah. Padahal selama ini Sunaryo sangat menikmati perbincangan dengan Karin. Teman-teman Sunaryo yang lain juga sudah sulit dihubungi.

“Oh begini ya rasanya menjadi laki-laki dewasa,” batin Sunaryo.

“Ah sial, siapa lagi orang yang bisa diajak ngobrol hal tidak penting,” lanjutnya.

Ilustrasi orang pusing. Sumber gambar: Freepik

Tersiksa betul hidup Sunaryo, senin hingga jumat harus terjebak di kantor, melakukan rutinitas berulang, seperti Sisifus, pada sabtu dan minggu harus merasa kesepian, tidak bisa melakukan kegiatan yang ia senangi.

Rasanya akhir pekan adalah musuh bagi orang yang tidak memiliki hobi, atau tidak bisa melakukan hobinya, juga tidak memiliki teman ngobrol, setidaknya itu yang dirasakan Sunaryo, kesepian. Mungkin ini alasan sebenarnya ia lanjut berkuliah, mencari teman ngobrol, jika bukan mencari rekan diskusi fafifu wasweswos.

--

--