Memahami Waktu
Entah mengapa, tiba-tiba saya ingin menulis sesuatu. Saya membuka Google Docs melalui ponsel, namun selama 5 hingga 10 menit, saya hanya menatap layar kosong. Rasanya buntu.
Untuk mengatasi kebuntuan, saya membuka X (dulu Twitter). Pada tahun 2020, saat saya sering mengirim tulisan ke Terminal Mojok, saya kerap menggunakan X untuk mencari ide. Baik keributan, curhatan, berita tidak penting, maupun meme konyol, semuanya adakah sumber ide bagi tulisan saya.
Tanpa terasa, saya sudah menghabiskan lebih dari dua jam untuk scroll X. Akibatnya, saya tidak menulis karena waktu sudah terlalu larut dan saya merasa mengantuk. Tidak produktif, namun saya melakukan pembenaran bahwa saya sedang mencari ide, siapa tahu nanti berguna.
Selain rumitnya cinta, hal lain yang membuat saya bingung adalah waktu. Terkadang waktu terasa sangat cepat, namun terkadang terasa tidak ada habisnya.
Persepsi Waktu
Scrolling X selama dua jam terasa begitu cepat, sedangkan menunggu Transjakarta selama 10 menit terasa sangat lama dan melelahkan, terlebih jika harus sambil menahan berak.
Dalam satu minggu terdapat tujuh hari, dalam satu hari terdapat 24 jam, tentu yang membedakan adalah bagaimana waktu digunakan. Menghabiskan waktu bersenang-senang dengan orang tersayang rasanya sebentar, melakukan meeting di kantor dengan bahasan melebar, waktu terasa lama.
Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa saat melakukan aktivitas yang menyenangkan dan menarik, orang cenderung mengalami waktu sebagai sesuatu yang berjalan lebih cepat. Distorsi dalam persepsi waktu ini berfungsi sebagai petunjuk metakognitif yang membantu individu menyimpulkan bahwa mereka menikmati aktivitas tersebut.
Dengan kata lain, bukan hanya “waktu terasa cepat saat kita bersenang-senang,” tetapi juga “kita merasa lebih bahagia karena waktu terasa berlalu lebih cepat,” Ini menunjukkan hubungan erat antara imersi dalam suatu tugas, persepsi waktu, dan emosi positif (Pageau dan Surgan 2015).
Pada hal lainnya, dengan bertambahnya usia juga mempengaruhi bagaimana kita mempersepsikan waktu, ketika bertambah tua mungkin waktu akan terasa berlalu lebih cepat, ini terjadi karena cara otak memproses waktu berbeda dari waktu yang ditunjukkan oleh jam.
Otak memahami waktu berdasarkan seberapa sering gambar atau informasi baru masuk. Ketika muda, otak dapat memproses banyak gambar dengan cepat, sehingga waktu terasa lebih panjang.
Namun, seiring bertambahnya usia, kecepatan pemrosesan ini melambat akibat perubahan fisik seperti menurunnya gerakan mata cepat (saccades), melemahnya saraf otak, dan bertambahnya kompleksitas sinyal dalam otak. Akibatnya, orang yang lebih tua mengalami lebih sedikit perubahan visual, membuat waktu terasa berlalu lebih cepat (Bejan, 2019).
Saya telah menjadi orang menyebalkan, membenci hari Senin, serta selalu berkeinginan resign tiap harinya, tapi tak pernah dilakukan. Apakah dengan begitu saya sudah memasuki usia dewasa? Mungkin saja.
Fenomena misterius waktu juga berpengaruh terhadap orang dalam memandang dunia. Salah seorang teman ada yang tidak menyangka sudah berpacaran selama tiga tahun, tapi ia belum juga yakin untuk menikahi pacarnya, sementara ada teman lainnya yang mengaku hanya membutuhkan waktu kurang dari 4 bulan untuk masa berkenalan, berpacaran, hingga menikah.
Faktor misterius dapat mempengaruhi waktu yang berjalan, saya butuh waktu 5,5 tahun untuk meraih gelar sarjana, sementara beberapa teman seangkatan ada yang membutuhkan 7 tahun, atau bahkan ada yang sangat cepat 3,5 tahun.
Bagaimana manajemen waktu menjadi suatu hal krusial, bukan hanya tentang memiliki banyak waktu, tetapi bagaimana menggunakannya seefektif dan efisien mungkin. Salah satu strategi utama adalah menetapkan prioritas dengan membuat daftar tugas berdasarkan tingkat kepentingan dan urgensi.
Selain itu, perencanaan jangka pendek dan jangka panjang juga harus dilakukan, menghilangkan distraksi juga dapat dilakukan agar fokus ke tujuan (Sainz et al. 2019).
Mahasiswa yang lulus lebih lama mungkin saja disebabkan oleh kesibukan dalam kegiatan positif lainnya, seperti bekerja paruh waktu, menjalani beberapa program magang, atau mungkin juga karena malas, kurangnya motivasi dan tidak menganggap kuliah sebagai prioritas utama.
Begitu juga bagi pembaca yang sedang menjalin hubungan–pacaran–dalam waktu yang lama, hingga bertahun-tahun, pastikan bahwa pacarmu benar-benar sibuk dengan pekerjaan atau aktivitas positif lainnya, bukan karena kurangnya keseriusan, dan motivasi dalam hubungan bersamamu.
Referensi:
Pageau M, Surgan S (2015) Do We Have Fun When Time Flies? Psi Chi Journal of Psychological Research 20:125–135. https://doi.org/10.24839/2164-8204.jn20.3.125
Bejan A (2019) Why the Days Seem Shorter as We Get Older. European Review 27:187–194. https://doi.org/10.1017/s1062798718000741
Sainz MA, Ferrero AM, Ugidos A (2019) Time management: Skills to learn and put into practice. Education + Training 61:635–648. https://doi.org/10.1108/et-01-2018-0027