Transjakarta dan Belajar Manajemen Waktu

M Ikhsan
4 min readAug 9, 2022

--

Transjakarta. Dokumentasi pribadi

Manajemen waktu atau dalam bahasa Inggris disebut time management, adalah salah satu soft skill yang sekiranya penting untuk dimiliki oleh karyawan di Indonesia. Saya tidak tahu bagaimana karyawan di negara lain diperlakukan, tapi sepengalaman saya bekerja selama ini, terkadang saya diberi beberapa tugas kerjaan secara berbarengan di waktu yang sama, jadi terkadang saya dituntut untuk multitasking, dan harus tahu sekiranya pekerjaan mana yang bener-bener harus diselesaikan dengan cepat, dan mana yang bisa ditunda. Disinilah kemampuan manajemen waktu dibutuhkan.

Sebagaimana soft skill, belajar menjadi ahli manajemen waktu tidak bisa ditemukan pada pendidikan formal. Manajamen waktu hanya dapat dipelajari, dan dilatih di kehidupan sehari-hari. Entah, di organisasi, di masyarakat, atau bahkan di jalan.

Pada 2021, saya pernah menulis tentang Transjakarta yang sangat tidak cocok digunakan ketika terburu-buru. Sebab, sepengalaman saya waktu tempuh dari rumah ke kantor akan lebih cepat dengan menggunakan sepeda motor, ketimbang naik Transjakarta.

Komentar yang saya dapatkan dari tulisan tersebut beragam, sedikit yang mengaku relate, tapi lebih banyak yang marah-marah, ada pula yang bahkan menuduh saya sebagai penulis bayaran brand otomotif. Untuk tuduhan sebagai penulis bayaran, justru saya aminkan dengan kencang. Nah, menariknya, ada juga yang menyarankan saya untuk belajar time management.

Juli 2022, sekarang saya paham betul apa itu manajemen waktu, dan saya mendapat pelajaran ini melalui Transjakarta. Senin (18/07/2022) adalah hari dimana anak-anak sekolah memasuki tahun ajaran baru. Pada hari itu pula, sekolah sudah mulai kembali menerapkan pembelajaran tatap muka secara penuh. Waktu masuk sekolah di Jakarta dimulai pada pukul 06:30 WIB.

Jam kerja saya dimulai pada pukul 07:30 WIB, sebelum tanggal 18, dimana sekolah belum beroprasi secara penuh, biasanya saya berangkat dengan bus Transjakarta pada pukul 06:00 WIB. Nah pada tanggal 18, saya tidak memperkirakan bahwa jadwal sekolah yang kembali normal nyatanya akan sangat mempengaruhi waktu berangkat saya.

Transjakarta. Dokumentasi pribadi

Tanggal 18, saya masih berangkat dengan bus Transjakarta pukul 06:00 WIB. Sialnya, rute perjalanan saya dengan bus Transjakarta harus melalui jalan dengan satu lajur, yang dimana ada empat sekolah bertetanggaan, yang dimana para muridnya sama-sama masuk pukul 06:30.

Ketika saya melalui jalan tersebut sekitar pukul 06:10, jalannya sudah sangat macet, bahkan bisa dikatakan stuck. Untuk menempuh jarak 600 meter saja saat itu butuh waktu sekitar 30 menit lebih. Gila! Alhasil saya memutuskan untuk ijin tidak masuk kantor karena udah males dengan macet-macetan.

Disinilah manajemen waktu saya dilatih. Keesokan harinya, berarti saya harus berangkat lebih pagi. Pada rute yang saya gunakan, biasanya bus Transjakarta lewat setiap 20 menit sekali. Pukul 05:00 WIB, 05:20 WIB, 05:40 WIB, dan seterusnya. Disini berarti saya harus menggunakan bus Transjakarta pada pukul 05:40. Tidak boleh lewat.

Lantaran harus menggunakan bus yang tergolong cukup pagi, maka setelah bangun saya tidak boleh kalah dengan godaan cek smart phone. Saya harus langsung bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Dari sini saja saya dapat memprioritaskan mana kegiatan yang penting, mana yang tidak penting, dan mana yang harus ditinggalkan.

Ini adalah contoh dari manajemen waktu, dimana orang sadar akan waktunya yang berharga dan memperioritaskan melakukan kegiatan yang dimana sangat penting, dan meninggalkan kegiatan yang kurang penting.

Dengan berangkat lebih pagi, saya pun sampai kantor lebih pagi pula. Nah diwaktu inilah baru saya ngecek smart phone saya, belajar data analisis, nulis untuk Medium, dan kegiatan-kegiatan yang bisa ditunda lainnya.

Pun ketika pulang. Karena masuk lebih awal, tentu waktu pulang saya juga lebih awal. Nah, disini adalah ketika manajemen waktu berguna agar saya tidak perlu berdiri di bus, dan terjebak macet.

Saya harus menghindari rush hour, maka saya harus pulang tepat waktu. Tidak ada alasan bagi saya untuk pulang telat, selain untuk pingpong, dan badminton. Saya rela menyiksa diri berdiri di bus berjam-jam hanya untuk pulang telat lantaran bermain pingpong, dan badminton. Selebihnya, Tidak!

Saya rasa ini juga terjadi bukan hanya kepada saya, tapi juga kepada penumpang Transjakarta, atau transportasi umum lainnya. Sebelumnya, ketika saya berangkat dengan bus pukul 06:00 WIB saya biasa satu bus dengan Mbak Karyawati, dan Bapak Karyawan yang sering saya temui biasanya.

Sekarang saya menggunakan bus pukul 05:40 WIB, saya juga seringkali melihat Mbak Karyawati, dan Bapak Karyawan tersebut. Saya, dan mereka secara langsung mengubah kebiasaan dengan berangkat lebih pagi untuk menghindari kemacetan, agar tidak telat masuk kantor. Kita, penumpang Transjakarta sama-sama melakukan manajemen waktu.

--

--

M Ikhsan
M Ikhsan

Written by M Ikhsan

Tempat belajar berargumen serta menyampaikan pendapat. Yuk ngobrol dengan saya melalui LinkedIn atau Instagram @ikhsanfirdauss

Responses (2)